Dalam bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai suatu penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap PTK, guru dapat menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri, bukan kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, tidak perlu harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, guru mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti.
Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-tindakan-riset-tindakan- …”, yang dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Ada beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama.
Action research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip dengan yang dimliki peneliti.
Ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk
meningkatkan profesional seorang guru :
1. PTK sangat kondusif untuk
membuat guru menjadi peka tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya.
Dia menjadi reflektif dan kritis terhadap lakukan.apa yang dia dan muridnya
2. PTK dapat meningkatkan
kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang
praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama
bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai
peneniliti di bidangnya.
3. Dengan melaksanakan
tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui
suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terhadap apa yang terjadi di
kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah
aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
4. Pelaksanaan PTK tidak
menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan
kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan
pelaksanaan proses pembelajaran.
5. Dengan melaksanakan PTK guru
menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi
sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta
bahan ajar yang dipakainya.
6. Penerapan PTK dalam
pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan atau
meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga
meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan keterampilan guru;
meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta
menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli
psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan
Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen
Kemmis, Robin McTaggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya.
PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya,
sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih
sering menjadikan pro dan kontra, terutama jika dikaitkan dengan bobot
keilmiahannya.
Jenis penelitian ini dapat dilakukan didalam bidang pengembangan
organisasi, manejemen, kesehatan atau kedokteran, pendidikan, dan sebagainya.
Di dalam bidang pendidikan penelitian ini dapat dilakukan pada skala makro
ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada waktu
berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu pokok bahasan
tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih detailnya berikut ini akan
dikemukan mengenai hakikat PTK.
Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang
situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya
(Elliot, 1982). Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan pengaruh menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi
diri dari perkembangan profesional. Pendapat yang hampir senada dikemukakan
oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk
refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi
sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan
terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart,
1988).
Menurut Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro,
dikatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi
diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah)
dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki
rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang
dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan
(c) situasi-situasi ( dan lembaga-lembaga ) tempat praktik-praktik tersebut
dilaksanakan (Harjodipuro, 1997).
Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan
untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru
untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik
tersebut dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK
mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran
kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan
perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan
berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan
bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK
adalah dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi
atau mengevalusi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang
guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari
peningkatan kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan
kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan
hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk
menjadi dewasa.
Dengan dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai
peneliti, yang senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya.
Upaya peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis,
realities, dan rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan
kelas sehingga gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya.
Apabila di dalam pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan
bersedia mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi
tanggungjawabnya tidak terjadi permasahan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK
ialah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap
berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti,
sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di
dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi
pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan
oleh guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada
lagi permasalahan yang mengganjal di kelas.
Jenis dan Model PTK
Sebagai paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki
karakteristik yang relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis
penelitian yang lain, misalnya penelitian naturalistik, eksperimen survei,
analisis isi, dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain
PTK dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK
dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis
digunakan pendekatan kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan
sebagai penelitian eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan
perencanaan, adanya perlakuan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi
terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan. Ditinjau dari
karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1)
didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya
kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang
melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas
praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa
siklus.
Menurut Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik
reflektif, (2) kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan
jamak, dan (6) internalisasi teori dan praktek (Winter, 1996). Untuk lebih
jelasnya, berikut ini dikemukakan secara singkat karakteristik PTK tersebut.
1. Kritik Refeksi; salah satu
langkah di dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya PTK ialah
adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan
suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu
upaya evaluasi atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik
sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
2. Kritik Dialektis; dengan
adanyan kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik
terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia
melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang
merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur
kontradiksi internal, -maksudnya di balik unit yang jelas, yang memungkinkan
adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik
unit tersebut bersifat stabil.
3. Kolaboratif; di dalam PTK
diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan,
sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat
dijadikan sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada
hakikatnya kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan
kondisi dari suatu latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai
pengamat, tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan
kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan
kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam
kesempatan ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap
kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat
penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk
itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang
dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu
dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun
demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap
sebagai figur yang memiliki ,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan
apakah sudut pandang dari kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya,
sdapat dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam
PTK ini, bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil
tidaknya penelitian.
4. Resiko; dengan adanya ciri
resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani mengambil resiko, terutama
pada waktu proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya
(a) melesetnya hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk melakukan suatu
transformasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses penelitian, aksi
peneliti kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan
sendiri adanya diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya
menyebabkan pandangannya berubah.
5. Susunan Jamak; pada umumnya
penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan
oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak
karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif.
Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus
mencakup semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh,
seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar,
situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan
pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan
sebagainya.
6. Internalisasi Teori dan
Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori dan praktik bukan merupakan
dua dunia yang berlainan. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang
berbeda, yang saling bergantung, dan keduanya berfungsi untuk mendukung
tranformasi. Pendapat ini berbeda dengan pandangan para ahli penelitian
konvesional yang beranggapan bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang
terpisah. Keberadaan teori diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya
sehingga keduanya dapat digunakan dan dikembangkan bersama.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda
dengan bentuk penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan
paradigma kualitatif maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan
bentuk PTK tidak perlu lagi diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya
khasanah kegiatan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan taraf
keilmiahannya.
+ komentar + 1 komentar
makasih . . .
Posting Komentar